Lewati ke konten

Sekjen APDESI Ungkap Kendala dan Kebingungan Kades dalam Pendataan Warga Miskin Terdampak Covid–19

Sekjen APDESI Ungkap Kendala dan Kebingungan Kades dalam Pendataan Warga Miskin Terdampak Covid–19 - Desapedia

Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (Apdesi), Agung Heri Susanto. (Dok)

Jakarta, desapedia.id – pemerintah melalui Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) telah mengeluarkan kebijakan melalui Permendes nomor 6 tahun 2020 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa tahun 2020 yang difokuskan pada penanggulangan Covid – 19, Padat Karya Tunai Desa (PKTD) sebagai upaya pemulihan ekonomi warga desa pasca Covid–19 dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa.

Kementerian Keuangan kemudian juga telah menyesuaikan dengan melakukan perubahan Peraturan Menteri Keuangan, yaitu Peraturan Menteri Keuangan nomor 40/PMK.07/2020 tentang Perubahan atar Peraturan Menteri Keuangan nomor 205/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Desa.

Menurut Sekretaris Jenderal DPP APDESI yang juga Kepala Desa Sidorejo, Kedungtuban, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, Agung Heri Susanto, saat ini banyak masukan dari Kades se Indonesia kepada APDESI dalam mensikapi beberapa regulasi tentang ketentuan refocusing anggaran APBDes dalam penanganan terdampak Covid 19, terutama untuk bantuan BLT Desa.

“Para Kades ini sebagai lini terdepan menghadapi masyarakat yang terdampak , dilapangan beberapa Kades mengalami kendala dan kebingungan pendataan”, ujarnya.

Agung menjelaskan, hal ini dikarenakan jaring pengaman sosial yang bersumber dari Dana Desa yang diatur di Permendes 6/2020 maupun di PMK 40/2020 masih menggunakan dasar Kemiskinan normal,  bukan spesifik untuk penanganan warga desa terdampak covid 19 yang layak dibantu.

Agung menerangkan bantuan jaring pengaman sosial ini kemudian dikunci dengan harus berupa BLT otomatis dengan nilai Rp. 600 ribu selama  3 bulan, yaitu Rp. 1,8 jt per keluarga penerima. Dengan aturan ini, tegas Agung, Pemdes tidak bisa berekspresi untuk memberi bantuan yang tepat sesuai dengan situasi kondisi sosial desa yang berbeda antar wilayah desa di Indonesia. Diskresi ini dibutuhkan oleh para Kades mengingat pihaknya tidak tahu dampak sosial covid 19 ini akan sampai kapan.

“Harapan kami dari DPP APDESI  agar regulasi Pemerintah Pusat memberi ruang yang longgar kepada Desa sesuai dengan kearifan lokal untuk menentukan langkah yang tepat dalam menentukan jaring pengaman sosial warga desa baik berupa pilihan Jenis bantuan bisa berupa BLT, BPNT, atau bantuan sosial lain dan nilai atau besar bantuannya yang dibahas bersama melalui musyawarah desa (musdes) sebagai kekuatan tertinggi pengambilan keputusan di tingkat Desa dan di tuangkan dalam Perdes maupun Perkades” jelasnya.

Agung menambahkan, agar Kades dikemudian hari tidak bermasalah dengan keputusan tersebut maka pihaknya mendesa kementrian terkait baik Kemendagri, Kemendesa PDTT,  maupun Kemenkeu mengeluarkan peraturan yang bisa digunakan sebagai jaminan kepastian hukum di tingkat Desa.

“Begini, skenario penyaluran jaring pengaman sosial dari Dana Desa kepada masyarakat semestinya dilakukan di tahap terakhir tatkala bantuan sosial dari Pusat, Provinsi, Kabupaten  yang sesuai dengan DTKS Kemensos telah cair masuk ke Desa. Tujuannya adalah agar tidak terjadi tumpang tindih penerimaan bantuan yang bisa saja dobel,  disamping itu tatkala bantuan dari data DTKS ternyata tidak cukup mengcover semua calon penerima di desa maka Dana Desa menjadi logistik terakhir bagi Desa untuk diberikan kepada warga yang berhak terdampak covid 19”, terang Agung. (Red)

Kembali ke atas laman