Lewati ke konten

Keluh Kesah Ketua DPD PAPDESI Jatim soal Keterbukaan Informasi Publik di Desa

Keluh Kesah Ketua DPD PAPDESI Jatim soal Keterbukaan Informasi Publik di Desa - Desapedia

Ketua DPD PAPDESI Provinsi Jawa Timur, Supratman. (Foto: Dok)

Jakarta, desapedia.id – Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) menjalin kerjasama dengan Komisi Informasi Pusat (KIP) terkait keterbukaan informasi publik di desa, baru-baru ini.

Sekretaris Jenderal Kemendes PDTT Taufik Madjid mengatakan, keterbukaan informasi publik di desa penting dilakukan untuk memastikan transparansi pelaksanaan Dana Desa dapat terlaksana dengan baik.

Terkait itu, Ketua DPD Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (PAPDESI) Provinsi Jawa Timur, Supratman mengatakan, masalah transparansi pada galibnya merupakan isu klasik dan menarik terkait dengan pelaksanaan kegiatan pembangunan. “Dengan dalih keterbukaan informasi tak jarang terjadi penyalahgunaan kewenangan,” ujar Supratman kepada desapedia.id, belum lama ini.

Dalam soal transparansi anggaran, dia memiliki keyakinan penuh bahwa kepala desa di Indonesia yg berjumlah 74.961 desa sudah berbuat sesuai mandat yang diberikan. Salah satunya yaitu dengan memasang banner tentang Anggaran dan Pendapatan Belanja Desa (APBDes) di tempat yang bisa dilihat dan dibaca oleh khalayak umum.

“Semua bisa melihat dan membaca dengan mudah, tidak hanya masyarakat desa setempat, tapi juga masyarakat lainnya, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) atau instansi terkait. Bahkan, sudah bisa dilihat dan dibaca di dunia maya,” katanya.

Dari kacamata Supratman, persoalan tranparansi anggaran menjadi masalah dan polemik karena soal tafsir tranparansi dan implementasinya.

Dewasa ini, lanjut dia, LSM berdiri bak jamur tumbuh di musim hujan. “Mereka (oknum LSM) memanfaatkan isu keterbukaan (sesuai dgn UU tentang KIP dan peraturan pelaksanaanya) mencoba mengais keberuntungan. Mungkin diilhami oleh sebuah peraturan bahwa ‘barang siapa’ yang melaporkan terjadinya korupsi akan dapat reward sekian juta,” ujarnya.

Pernyataan Suratman terkait oknum LSM yang kerjanya mengais keberuntungan lewat keterbukaan informasi publik bukan tanpa alasan.

Menurutnya, oknum ini tak jarang meminta Rencana Anggaran Biaya (RAB) belanja kegiatan, namun oleh kepala desa tak diperkenankan. “Pada dasarnya RAB bukanlah dokumen rahasia sehingga tidak ada alasan untuk tidak tidak diberikan. Namun demikian, meski bukan dokumen rahasia tidaklah serta merta diberikan begitu saja kepada LSM yang meminta,” katanya.

Lebih lanjut dia mengatakan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan bahwa ada mekanisme untuk memperoleh info RAB yang diperlukan, termasuk harus menyerahkan identitas, maksud dan tujuan dalam meminta dokumen tersebut.

“Kira-kira apa tujuan oknum LSM minta dokumen demikian? Kalau memang pintar, cerdas tentu lihat banner APBDes saja bisa tahu dan memahami dengan baik. Bukan datang dengan bahasa samar, sok sopan ngaku-ngaku kenal silaturohim atau sejenisnya yang bikin muak. Lalu jika ini (banner APBDes) bukan yang dimaksud, lalu tranparansi yang bagaimana?” katanya.

Selain itu, dia mengungkapkan, lazimnya oknum LSM-LSM ini datang ke lokasi desa yang dapat proyek dan menanyakan tentang kades dan atau pimpinan proyek. “Pada hal kegiatannya masih berjalan,” ucapnya.

Meski begitu, dia mengaku tidak alergi kepada pihak LSM atau instansi terkait manapun bila meminta dokumen-dokumen yang diperlukan. Hanya saja, dia berharap harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku. “Jadi tidak main upload, unggah berita yang tidak jarang hanya mengandalkan informasi sepihak,” ucapnya.

Selain hal tersebut di atas, lanjut Suratman, soal transparansi menjadi menarik dan polemik karena adanya rival dalam gelaran pemilihan kepala desa (Pilkades) yang kalah.

“Mereka tak jarang berusaha mencari kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh kompetitornya. Lazimnya tidak rela kompetitornya nyaman duduk di kursi singgasananya, tak jarang tanpa bukti yang meyakinkan melaporkan hal demikian ke Aparat Penegak Hukum (APH). Gayung bersambut dengan dalih adanya laporan, terlapor pun dipanggil untuk dimintai keterangan-keterangan,” ungkapnya.

Di samping itu, kata Supratman, dalam rangka untuk mengurangi sikap dan tindakan yang berlebihan, pemerintah melalui Kemendagri, Kemendes PDTT mengadakan MoU dengan pihak kejaksaan dan kepolisian. “Namun apa artinya MoU-MoU ini yang justru jadi pintu masuk terjadi penyalahgunaan dengan dalih pembinaan,” ucapnya.

Meski begitu, Supratman menegaskan, dirinya tetap mendorong korupsi harus dicegah dan diberantas tanpa toleransi, sehingga benih korupsi tidak tumbuh seiring dgn pelaksanaan pembangunan. (Red)

Kembali ke atas laman