Lewati ke konten

Apa Itu Proyek “Djie Sam Soe” yang Disebut Guru Besar UT Terbukti Gagal di Desa?

Prof. Dr. Hanif nurcholis

Guru Besar Ilmu Administrasi Negara UT, Prof. Dr. Hanif Nurcholis

Jakarta, desapedia.id – Guru Besa Universitas Terbuka, Prof. Dr. Hanif Nurcholis mengibaratkan proyek di desa layaknya proyek dji sam soe atau 234 yang terbukti gagal. Prof Hanif mengusulkan untuk diganti dengan model pelayanan publik oleh birokrasi negara yang profesional.

Lantas apa yang di maksud Sang Guru Besar tentang Proyek Djie Sam Soe atau 234 seperti nama rokok kretek ini? Simak penjelasan Prof Hanif sebagaimana dikutip desapedia.id dari laman media sosialnya.

Seorang anggota DPR berdiskusi  dengan saya  tentang keberhasilan proyek Kementerian Desa PDTT bidang desa wisata, desa buah, Desa digital, Desa lumbung padi, dan BUMDES dengan keuntungan milyaran rupiah. Yang katanya sudah berhasil merubah Desa miskin menjadi Desa maju dan menciptakan kesejahteraan rakyat desa.

Saya sampaikan begini. Inilah contoh proyek model merk rokok Djie Sam Soe (234) itu. Dua tahun jalan, tahun ketiga selesai, tahun ke-4 bikin proyek baru lagi. Proyek model begini tidak ada yang sustain/ bertahan dan berlanjut jangka panjang. Ini proyek pencitraan yang substansinya tidak mutu.

Proyek model begini dirancang di Jakarta (Kemendes) oleh orang2 sosiologi, ahli ekonomi pembangunan, dan aktivis LSM. Bukan oleh  ahli pemerintahan dan administrasi negara.  Orientasinya proyek jangka pendek. Ya merk rokok Djie Sam Soe itu.

Bukan orientasi jangka panjang berupa pemberian barang publik dan jasa publik kepada rakyat desa yang berwujud kebutuhan dasar, legalitas hukum, sarana dan prasarana ekonomi untuk menumbuhkan ekonomi rakyat desa, pemberdayaan kepada orang desa yang kurang beruntung, santunan kepada Fakir miskin dan anak-anak terlantar di desa, dan perlindungan rakyat desa dari kejahatan, dari bahaya kebakaran, dan dari penyakit pandemi.

Cara kerjanya pun selalu gitu lagi gitu lagi, sejak zaman bahuela. Mereka bikin desain di Jakarta. Dibentuk tim kerja dengan tugas mengawal proyek dan melakukan  pendampingan. Jangka waktunya ya Djie Sam Soe (234) itu.

Beberapa Desa dipilih sebagai objek/ buang proyek. Desa yang dipilih ini disupport habis-habisan dengan dana dan bantuan teknis, tata kelola, dan peralatan oleh “orang-orang pintar” yang disebut konsultan atau pendamping desa atau nama lain  yang ditentukan Kemendes.

Desa yg ketiban proyek itu semula miskin disulap menjadi Desa maju. Kemendes dan tim kerjanya lalu mengundang media utk bikin berita besar-besaran di media nasional dan daerah. Lalu dengan pandirnya (membuat konklusi yang sesat) memproklamasikan kepada publik bahwa kini kami berhasil merubah Desa miskin menjadi Desa maju.

Saya sebut pernyataannya pandir karena konstruksi yang dibangun tidak logis. Kita lihat kepandirannya di sini.

Proposisi 1, sebagian rakyat Indonesia  tinggal di  74.967 desa. Proposisi 2, semua Pemerintah Desa tidak memberikan 6 bentuk pelayanan publik kepada warganya.

Konklusi

Oleh karena itu, rakyat desa rendah pendidikan, rentan kesehatan, tidak minum air sehat, dan rendah pendapatan. Konklusi ini logis karena koheren dengan proposisi 1 dan proposisi 2.

Proposisi 3, beberapa desa mendapat proyek pemberdayaan masyarakat dari Kemendes melalui dana desa. Proposisi 4, desa–desa yang mendapat proyek pemberdayaan  masyarakat dari Kemendes berhasil menjadi Desa maju dan rakyatnya sejahtera.

Konklusi

Kami berhasil merubah semua desa miskin menjadi Desa maju yang pada gilirannya menciptakan Kesejahteraan Rakyat desa. Konklusi tersebut Pandir (tidak logis) karena tidak koheren dengan proposisi 3 dan proposisi 4.

Saran

Tinggalkan proyek Djie Sam Soe ilmunya orang LSM utk menghilangkan kemiskinan di desa. Gantilah dg ilmu administrasi negara dan ilmu pemerintahan. Barangkali publik belum memahami sepenuhnya konsep teori dan fungsi administrasi negara. Baiklah agar tidak disalahpahami saya jelaskan inti sains administrasi negara.

Saya kira letak kesalahpahaman kita adalah pada fungsi Ilmu Administrasi Negara. Ilmu Administrasi Negara bukan ilmu yang hanya mengkaji tata kelola pemerintahan tapi mengkaji sistem administrasi negara mulai dari input, proses, output, dan outcome.

Inputnya adalah pembuatan kebijakan publik yang berupa  peraturan perundang-undangan. Dalam proses ini ilmuwan administrasi negara harus ikut meracik sehingga peraturan perundang-undangan berkualitas tinggi.

Prosesnya adalah kegiatan operasional lembaga administrasi negara untuk mengimplementasikan kebijakan publik tersebut. Di sini ilmuwan administrasi negara harus menjadi administratur organisasi publik sehingga prosesnya menjadi efektif dan efisien.

Outputnya adalah 6 bentuk pelayanan publik (pemberian pelayanan dasar, dokumen legal warga negara, sarpras ekonomi, fasos dan fasum, pemeliharaan fakir miskin dan anak2 terlantar, dan perlindungan warga) kepada warga negara. Di sini ilmuwan administrasi negara yang menjadi administrator desa  harus menjamin setiap warga negara harus memperoleh barang publik dan jasa publik berupa 6 bentuk pelayanan publik dari negara.

Outcome-nya adalah terwujudnya visi dan misi negara Indonesia sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD NRI 1945. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan segenap tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa yang berakhir terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Di sini ilmuwan administrasi negara yang menjadi administrator harus bisa menjamin bahwa semua proses administrasi negara berakhir pada terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. (Red)

 

 

 

Kembali ke atas laman